Rabu, 03 Desember 2008

Candi Ratu Boko

Candi Ratu Boko adalah situs purbakala yang merupakan komplek sejumlah sisa bangunan yang berada kira-kira 3 km di sebelah selatan dari komplek Candi Prambanan, 18km sebelah timur Kota Yogyakarta atau 50km barat daya Kota Surakarta. Luas keseluruhan komplek adalah sekitar 25ha.

Situs ini diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu). Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, diduga kuat situs ini merupakan bekas keraton (istana raja).

Nama "Ratu Boko" sendiri didasarkan dari legenda masyarakat setempat. Ratu Boko (harafiah berarti "raja bangau") adalah ayah dari Loro Jonggrang (yang diberikan menjadi nama candi utama pada komplek Candi Prambanan).

Secara administratif, candi ini berada di wilayah Kecamatan Bokoharjo, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Terletak pada ketinggian hampir 200 m di atas permukaan laut.

Situs Ratu Boko pertama kali dilaporkan oleh Van Boeckholzt pada tahun 1790, yang menyatakan terdapat reruntuhan kepurbakalaan di atas bukit Ratu Boko. Bukit ini sendiri merupakan cabang dari sistem Pegunungan Sewu, yang membentang dari selatan Yogyakarta hingga daerah Tulungagung. Seratus tahun kemudian baru dilakukan penelitian yang dipimpin oleh FDK Bosch, yang dilaporkan dalam Keraton van Ratoe Boko. Dari sinilah disimpulkan bahwa reruntuhan itu merupakan sisa-sisa keraton.

Prasasti yang dikeluarkan oleh Rakai Panangkaran (746-784M) menyebut suatu kawasan wihara di atas bukit yang dinamakan Abhyagiri Wihara ("wihara di bukit yang damai"). Tampaknya, komplek itu kemudian diubah menjadi keraton bagi raja bawahan (vazal) yang bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni.

Di dalam kompleks ini terdapat bekas gapura, ruang Paseban, kolam, Pendopo, Pringgitan, keputren, dan dua ceruk gua untuk bermeditasi.

Pemerintah pusat sekarang memasukkan komplek Situs Ratu Boko ke dalam otorita khusus, bersama-sama dengan pengelolaan Candi Borobudur dan Candi Prambanan ke dalam satu BUMN, setelah kedua candi terakhir ini dimasukkan dalam Daftar Warisan Dunia UNESCO. Sebagai konsekuensinya, Situs Ratu Boko ditata ulang pada beberapa tempat untuk dapat dijadikan tempat pendidikan dan kegiatan budaya.

Terdapat bangunan tambahan di muka gapura, yaitu restauran dan ruang terbuka (Plaza Andrawina) yang dapat dipakai untuk kegiatan pertemun dengan kapasitas sekitar 500 orang, dengan vista ke arah utara (kecamatan Prambanan dan Gunung Merapi). Selain itu, pengelola menyediakan tempat perkemahan dan trekking, paket edukatif arkeologi, serta pemandu wisata.

 

0 komentar:

Template by : Dirrga Blogspot